» » Ratusan Warga Karimun Gelar Aksi Unjuk Rasa

SERUMPUN RADIO - Ratusan warga  RT 003 RW 003 Bukit Cincin, Kelurahan Sei Raya, Kecamatan Meral Kabupaten Karimun Provinsu Kepulauan Riau menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Pengadilan Negeri dan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tanjungbalai Karimun, Senin 15 September 2025.

Aksi unjuk Rasa tersebut buntut dari putusan Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun pada 4 Agustus 2025 yang meminta ratusan warga mengosongkan lahan di pemukiman mereka di kawasan Bukit Cincin tersebut.

Kendati saat ini warga sudah menempuh upaya banding ke Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau di Tanjungpinang, namun warga merasa putusan Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun telah mencederai rasa keadilan masyarakat.

Warga menilai, ada banyak fakta persidangan yang diabaikan hakim Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun hingga mengeluarkan putusan memenangkan pihak tergugat, dalam hal ini PT  KSP.

Aspirasi warga diawali dengan menggelar orasi di halaman Gedung Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun. Kapolres Karimun, AKBP Robby Topan Manusiwa yang langsung memimpin pengamanan aksi tersebut.

Warga secara bergantian menyampaikan orasinya, seperti Emanuel, Hesty hingga Ormar P Hutajulu selaku penanggungjawab aksi.

Penaggungjawab aksi unjuk rasa warga Bukit Cincin, Osmar P Hutajulu memberikan keterangan pers kepada wartawam usai aksi unjuk rasa.  Osmar P Hutajulu mengatakan, lahan yang berada di Jalan Poros atau bersebelahan dengan dengan Kawasan Pekantoran Bupati Karimun tersebut sudah dikuasai oleh warga masyarakat sejak sejak tahun 1996 dengan seluas sekitar 64 hektar.

“Awalnya lahan itu adalah tanah negara yang tidak ada dimiliki selain negara. Namun, tahun 1996 masyarakat mulai menguasai lahan itu hingga tahun 2001 keluar data garap masyarakat tepatnya di bulan Oktober,” ujar Osmar Hutajulu.

Sengketa area lahan itu mulai terjadi sejak adanya klaim atas PT Karimun Sejahtera Propertindo (KSP) yang memiliki sertifikat terbitan tahun 1999.

Osmar menjelaskan, setelah pemekaran Karimun menjadi Kabupaten pada tahun 2.000, Camat saat itu dijabat Raja Nur Tjelak meminta warga melakukan pendataan untuk pembebasan lahan pembangunan komplek perkantoran Bupati Karimun seluas 20 hektare.

“Terjadi kesepakatan untuk pembebasan lahan 20 hektare ini, pembayaran pada 14 Januari 2002 senilai Rp300 juta, telah adanya pembayaran itu tidak ada pihak mana pun yang mengklaim atas penguasaan lahan ini,” ungkapnya.

Sementara pihak PT KSP mengklaim, jika lahan 20 hektare itu dibebaskan untuk pembangunan kantor Bupati Karimun pada tahun 2001.

“Sebagai bukti tidak ada mereka melepas 20 hektar. Sebaliknya, ada bukti penerimaan ganti rugi kepada masyarakat pada 14 Januari 2002 untuk lahan kantor itu,” jelasnya.

Dari total 64 hektar, tersisa di antaranya 44 hektare lahan yang masih menjadi penguasaan atas masyarakat. Namun, klaim yang sama justru muncul dari PT KSP yang berujung pada gugatan ke Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun.

Gugatan tersebut menghasilkan putusan yang menyatakan bahwa penguasaan atas lahan puluhan hektare itu adalah PT KSP. Sedangkan, masyarakat diminta untuk membongkar bangunan dan tanaman berada di atas lahan yang menjadi objek sengketa.

Menurut Osmar, putusan tersebut tidak berpihak kepada keadilan dan cenderung menguntungkan pihak perusahaan sebagai penggugat dalam perkara ini. Selain itu, juga mengabaikan sejumlah fakta sebenarnya.

“Di sini seolah-olah masyarakat yang menjadi mafia tanah. Sekarang saya tanya, yang mafia tanah siapa sebenarnya, masyarakat atau kah PT KSP yang mengandalkan surat tidak jelas,” ucapnya

Selain upaya banding, masyarakat juga berencana melaporkan ke Komisi Yudisial (KY). (Muslim Piliang)

About Serumpun Radio

Terimakasih telah berkunjung di Serumpun Radio.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply